TAMAN UJUNG
Taman Sukasada sekarang lebih terkenal dengan nama Taman Ujung
Karangasem terletak di Dusun Ujung, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem,
Kabupaten Karangasem. Taman ini berjarak sekitar 5 km arah tenggara dari
Kota Amlapura. Taman yang dibangun oleh Raja Karangasem: I Gusti Bagus
Jelantik yang bergelar Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan
konsep sempurna ini merupakan kebanggaan warga Karangasem karena
awalnya memiliki luas hampir 400 hektar, tetapi sekarang hanya sekitar
10 hektar karena tanah tersebut sebagian besar sudah dibagikan kepada
masyarakat pada masa landreform. Kepemilikan Taman Ujung ini sekarang
sudah diwariskan kepada ahli waris keluarga Puri Karangasem sehingga
statusnya menjadi taman milik pribadi tetapi pengunjung umum
diperkenankan mengunjungi taman yang tampak megah ini.
Taman Ujung yang merupakan salah satu masterpiece
Bali dibangun pada tahun 1909 oleh prakarsa Raja Karangasem Anak Agung
Anglurah Ketut Karangasem dengan melibatkan arsitek Belanda yang bernama
van Den Hentz dan seorang arsitektur Cina bernama Loto Ang. Pembangunan
Taman Ujung juga banyak melibatkan arsitektur (undagi)
tradisional serta mendapat petunjuk dari Mr. Wardodjojo seorang teknisi
dari Dinas Pekerjaan Umum. Taman Ujung sebenarnya merupakan pengembangan
Kolam Dirah yang telah dibangun lebih awal pada tahun 1901.
Pembangunan Taman Ujung selesai pada tahun 1921, namun pekerjaan
pembangunan masih terus dilanjutkan. Tepatnya pada tahun 1937, Taman
Sukasada (Taman Ujung) Karangasem diresmikan dengan sebuah ‘mahligya’ yang
ditandai dengan sebuah prasasti batu marmer yang ditulis dengan huruf
latin dan Bali dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan
Bali. Prasasti tersebut ditempelkan pada salah satu dinding di Bale
Warak.
Marmer sebelah kiri yang bertulis huruf latin berjumlah 8 baris berbunyi:
Peringatan
Waktoe kerja
Dewa jadnya
Maligya
Poeri Agung
Kawan Karangasem
Tanggal
6 Agustus 1937
Sedangkan marmer sebelah kanan dengan aksara dan bahasa bali berbunyi
Pekeling daweg rahina karyya dewwa yajna
miwah malighya rin puri agung kawan karanase
m, duk rahina, su, pa, wara prabakat, pan pin
m, sasih, 2, usaka 1859 maka li
nga rin malighya, padhandha ghde ktut karanase
da hanake hangun ghde hanlurah ktut karangase
m raja lombok, miwah hida hanake hagun
ghde jlanthik, jumnen hagun ring karanasem.
Kedua prasasti tersebut menunjukkan bahwa pembangunan selesai pada
tanggal 6 Agustus 1937. Hal yang menarik dari kompleks bangunan tersebut
yaitu perpaduan tiga unsur budaya yaitu Bali, Belanda, dan Cina
sehingga melahirkan kekhasan arsitekturnya. Arsitektur Bali terlihat
jelas pada motif dekorasinya berupa cerita-cerita wayang serta motif
patra lainnya, arsitektur Belanda terlihat pada bentuk bangunannya yang
memiliki gaya indis, dan arsitektur Cina terlihat pada pembuatan gapura
masuk, kolam segidelapan, dan Bale Bundar (gasebo).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar